Long Life Education in Islam

KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
-THE CONCEPT OF LONG LIFE EDUCATION-


1.Pembahasan
Istilah konsep berasal dari bahasa latin yaitu conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Di dalam memahami konsep pendidikan seumur hidup, harus dipahami dulu bahwa setiap individu selalu berusaha untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan di sekitarnya. Proses penyesuaian diri ini dilakukan dengan cara mengubah dirinya, dalam arti berusaha memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan atau mengubah lingkungannya. Karena lingkungan tempat hidup individu tersebut selalu dan terus menerus berubah serta berlangsung dengan cepat, sehingga proses penyesuaian diri ini juga akan berlangsung terus selama individu tersebut hidup.
Konsep ini pada mulanya dikemukakan oleh filosof dan pendidik Amerika yang sangat terkenal yaitu John Dewey. Kemudian dipopulerkan oleh Paul Langrend melalui bukunya : An Introduction to Life Long Education. Menurut John Dewey, pendidikan itu menyatu dengan hidup. Oleh karena itu pendidikan terus berlangsung sepanjang hidup sehingga pendidikan itu tidak pernah berakhir.[1]
Konsep pendidikan seumur hidup sebenarnya telah lama dipikirkan oleh pakar pendidikan dari zaman ke zaman. Dalam hal ini telah lama diajarkan oleh Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi :

أطلـبُ الِعلم ِمنَ المَهْدِ اِلىَ اللحْد

“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahad”[2]
A.Pendidikan Seumur Hidup dalam Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, pendidikan seumur hidup didasarkan pada fase-fase perkembangan manusia itu sendiri.[3] Artinya, proses pendidikan itu disesuaikan dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan yang dialami oleh seseorang sampai akhir hayatnya, yakni
A. Lifelong Education in an Islamic Perspective
In the Islamic perspective, lifelong education is based on the phases of human development itself. [3] That is, the educational process was adjusted to the pattern and tempo, and the rhythm of development experienced by someone until the end of his life, namely

1)      Masa al-Jauin (usia dalam kandungan)
Masa al-jauin, tingkat anak yang berada dalam kandungan dan adanya kehidupan setelah adanya ruh dari Allah swt. Pada usia 4 bulan, pendidikan dapat diterapkan dengan istilah “pranatal”. Karena itu, seorang ibu ketika mengandung anaknya, hendaklah mempersiapkan kondisi fisik maupun psikisnya, sebab sangat berpengaruh terhadap proses kelahiran dan perkembangan anak kelak.

1) The period of al-Jauin (age in the womb) The time of al-jauin, the level of the child in the womb and the existence of life after the existence of the spirit of Allah swt. At 4 months of age, education can be applied with the term "prenatal". Therefore, a mother when pregnant with her child, should prepare her physical and psychological conditions, because it is very influential on the birth and development of children later.

2)      Masa bayi (usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini, orang belum memiliki kesadaran dan daya intelektual, ia hanya mampu menerima rangsangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air susu ibunya. Karenanya, dalam fase ini belum dapat diterapkan interaksi edukatif secara langsung. Proses edukasi dapat dilakukan menurut Islam adalah membacakan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika baru lahir, memberi nama yang baik ketika diaqiqah. Dengan demikian, di hari pertama dan minggu pertama kelahirannya, sudah diperkenalkan kalimat tauhid, selanjutnya diberi nama yang baik sesuai tuntunan agama.
2) Infancy (age 0-2 years)
At this stage, one has no intellectual awareness and intellect, he is only capable of receiving biological and psychological stimuli through his mother's milk. Therefore, in this phase no direct educative interaction can be applied. The process of education can be done according to Islam is to read the call to prayer on the right ear and iqamah on the left ear when new born, give a good name when he is adqqah. Thus, on the first day and the first week of his birth, has been introduced sentence tauhid, then given a good name according to religious guidance.

3)      Masa kanak-kanak  (usia 2-12 tahun)
Pada fase ini, seseorang mulai memiliki potensi-potensi biologis, paedagogis. Oleh karena itu, mulai diperlukan pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan minat atau fitrahnya. Ketika telah mencapai usia enam tahun hendaklah dipisahkan tempat tidurnya dan diperintahkan untuk shalat ketika berumur tujuh tahun. Proses pembinaan dan pelatihan lebih efektif lagi bila dalam usia tujuh tahun di sekolahkan pada Sekolah Dasar. Hal tersebut karena pada fase ini, seseorang mulai aktif dan mampu memfungsikan potensi-potensi indranya walaupun masih pada taraf pemula.
3) Childhood (age 2-12 years)
In this phase, a person begins to have biological, paedagogical potentialities. Therefore, began to need coaching, training, guidance, teaching and education in accordance with the talent and interests or nature. When he reaches the age of six, let him separate his bed and be commanded to pray when he is seven years old. The process of coaching and training is more effective if at the age of seven years in sekolahkan in elementary school. This is because in this phase, a person starts to be active and able to function the potential of his senses, although still at the beginner level.

4)      Masa puber (usia 12-20 tahun)
Pada tahap ini, seseorang mengalami perubahan biologis yang drastis, postur tubuh hampir menyamai orang dewasa walaupun taraf kematangan jiwanya belum mengimbanginya. Pada tahap ini, seseorang mengalami masa transisi, masa yang menuntut seseorang untuk hidup dalam kebimbangan, antara norma masyarakat yang telah melembaga yang mungkin tidak cocok dengan pergaulan hidupnya sehari-hari, sehingga ia ingin melepaskan diri dari belenggu norma dan susila masyarakat untuk mencari jati dirinya, ia ingin hidup sebagai orang dewasa, diakui, dan dihargai, tetapi aktivitas yang dilakukan masih bersifat kekanak-kanakan. Seringkali orang tua masih membatasi kehidupannya agar nantinya dapat mewarisi dan mengembangkan usaha yang dicapai orang tuanya. Proses edukasi fase puber ini, hendaknya di didik mental dan jasmaninya, misalnya mendidik dalam bidang olahraga dan  memberikan suatu model, mode dan modus yang Islami, sehingga ia mampu melewati masa remaja di tengah-tengah masyarakat tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.
4) Puberty (12-20 years of age)
At this stage, a person undergoes a drastic biological change, his posture almost matches an adult even though his maturity level has not matched it. At this stage, one experiences a period of transition, a period that requires one to live in a state of uncertainty, between institutionalized institutional norms that may be incompatible with his or her daily life, so that he wishes to escape the shackles of norms and morals of society to seek his identity , he wants to live as an adult, be recognized, and appreciated, but the activity is still childish. Often parents still limit their lives so that later can inherit and develop the business achieved by their parents. The process of publishing this phase of puberty, should be educated in the mental and physical, such as educating in the field of sports and provide an Islamic model, mode and mode, so that he is able to pass through adolescence in the midst of society without abandoning Islamic values.

5)      Masa kematangan (usia 20-30)
Pada tahap ini, seseorang telah beranjak dalam proses kedewasaan, mereka sudah mempunyai kematangan dalam bertindak, bersikap, dan mengambil keputusan untuk menentukan masa depannya sendiri. Proses edukasi yang dapat dilakukan adalah memberi pertimbangan dalam menentukan masa depannya agar tidak melakukan langkah-langkah yang keliru.
5) The period of maturity (age 20-30)
At this stage, a person has moved in the process of maturity, they already have maturity in acting, acting, and making decisions to determine their own future. The educational process that can be done is to give consideration in determining the future so as not to do the wrong steps.

6)      Masa kedewasaan (usia 30 sampai akhir hayat)
Pada tahap ini, seseorang telah berasimilasi dalam dunia kedewasaan dan telah menemukan jati dirinya, sehingga tindakannya penuh dengan kebijaksanaan yang mampu memberi naungan dan perlindungan bagi orang lain. Proses edukasi dapat dilakukan dengan cara mengingatkan agar mereka lebih memperbanyak amal shalih, serta mengingatkan bahwa harta yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, negara dan masyarakat.
6) The period of maturity (age 30 to end of life)
At this stage, a person has been assimilated into the world of maturity and has found his true self, so his actions are full of wisdom capable of providing shade and protection for others. The educational process can be done by reminding them to increase the good deeds and reminds that their possessions can be used for the benefit of religion, state and society.

source:

[1] Jalauddin, Teologi Pendidikan( Cet. III; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h,35.
[2] Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, juz II (Beirut: Dar-al-Fikr, (t.th), h, 146.
[3] Hasbullah.. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Umum dan Agama Islam). (Edisi Revisi 6. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008),h, 33

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pendidikan Islam Dra. Zuhairini, dkk [RESENSI]

Relevansi Pendidikan Keluarga Islami pada Masyarakat

Pemikiran Pendidikan Ibnu Miskawaih [Makalah]